Mengenal Istilah Cosmeceutical, Nutricosmetics, dan Nutraceuticals Beserta Regulasinya.
Kosmetik telah banyak digunakan selama berabad-abad yang lalu dan saat ini menjadi sebuah trend. Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) adalah suatu bahan yang digunakan pada tubuh manusia atau bagian tubuh manusia yang berfungsi untuk membersihkan, mempercantik, mempromosikan daya tarik, atau mengubah penampilan. Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 445/Menkes/Per/V/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermi, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi, dan rongga mulut untuk memebersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkkan suatu penyakit.
Cosmeceuticals
Beberapa produk memiliki definisi sebagai kosmetik sekaligus sebagai obat. Hal ini terjadi ketika suatu produk tersebut memiliki dua fungsi sekaligus. Lubowe menciptakan istilah “Cosmedics” pada tahun 1955. Istilah ini merupakan gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya bisa memengaruhi faal kulit secara positif, sementara Faust menggunakan istilah “Medicated Cosmetics” pada tahun 1982. Saat ini berkembang istilah cosmeceutical. Istilah kosmetikal atau cosmeceutical pertama kali diciptakan oleh Albert Kligman (Pennsylvania State University) pada tahun 1984 yang merujuk pada zat yang memberikan manfaat baik sebagai kosmetik dan terapi.
Beberapa regulasi “cosmeceutical” di dunia:
• Istilah “cosmeceutical” ini tidak dikenal oleh Food and Drug Adminisration (FDA) karena FDA hanya membedakan antara kosmetik dengan obat berdasarkan kegunaannya dan kemampuannya mempengaruhi fungsi dan struktur tubuh manusia. Kosmetik adalah produk yang ditujukan untuk kecantikan, meningkatkan daya tatik dan mengubah penampilan, sedangkan obat ditujukan untuk mengurangi, merawat dan mencegah penyakit dengan mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia.
• Amerika serikat mengkategorikan dalam 3 kategori yaitu, kosmetik, obat-obatan, dan obat-obatan OTC (obat bebas), dan tidak ada definisi hukum cosmeceuticals menurut US. FDA. Klasifikasi dalam US. FDA tergantung pada klaim produk.
• Eropa juga tidak mengenal istilah “cosmeceutical” dalam peraturan perundang-undangan Cosmetic Directive 76/768/EEC. Eropa hanya mengenal kosmetik dan obat tidak ada kosmetikal. Akan tetapi ada beberapa produk di dalam regulasi Eropa termasuk kosmetik tapi dalam regulasi Amerika termasuk obat.
• Regulasi Jepang terkait cosmeceutical, dikenal dengan istilah “quasi-drug”. Jepang mengakui bahwa kebanyakan produk tidak merupakan obat murni atau kosmetik murni tapi campuran keduanya. Kosmetik di Jepang diijinkan mengandung bahan aktif secara farmakologi, asalkan terapi efeknya sederhana dan produknya terbukti aman.
• Regulasi di Korea mengklasifikasikan cosmeceutical sebagai "functional cosmetics" oleh Korea Food and Drug Administration (KFDA). KFDA bertanggung jawab dalam keamanan dan evaluasi kosmetik fungsional.
• Thailand mengkategorikannya dalam “controlled cosmetics”. Sebelum dipasarkan di Thailand, kosmetik terkontrol mempersyaratkan bahan-bahan terkontrol tersebut yang memerlukan notifikasi dari FDA untuk penggunaan produk.
• Selandia Baru mengkategorikan cosmeceuticals dalam istilah "related product".
• Regulasi di Australia, barang dapat dikategorikan berdasarkan klaim tentang produk dan komposisi produk, produk diklasifikasikan sebagai " therapeutic goods." Australian Register of Therapeutic Goods bertanggung jawab dalam register produk tersebut.
• Kanada menyebut cosmeceuticals sebagai "dermo-cosmetics". Cosmeceuticals tidak diakui sebagai kategori kosmetik independen, otoritas kesehatan Kanada telah mengidentifikasi Kategori V untuk mengakomodasi produk yang termasuk dalam kategori kosmetik dan obat-obatan.
• Regulasi Cina menganggap cosmeceuticals sebagai " cosmetics for special use." Menurut China Food and Drug Administration (CFDA), semua produsen produk kosmetik asing sebelum menjual produk di pasar Cina harus menyelesaikan tes kualitas keselamatan dan kesehatan dan mendapatkan lisensi hygiene. Lisensi hygiene kosmetik didapatkan dari State Food and Drug Administration (SFDA) of China. Kosmetik penggunaan khusus harus menjalani uji keamanan dan kualitas kesehatan seperti mikrobiologi, uji toksikologi, toksisitas kronis, uji karsinogenik, dan melakukan uji coba yang aman untuk penggunaan manusia.
• Secara perundang-undangan di Indonesia tidak ada produk cosmeceutical/kosmetikal, produk masuk ke dalam kosmetik atau obat, tidak bisa masuk setengah kosmetik dan setengah obat/cosmeceutical.
Contoh produk yang termasuk cosmeceuticals adalah sampo anti ketombe (sebagai kosmetik dan obat), dimana sampo adalah kosmetik karena tujuan penggunaannya adalah membersihkan rambut dan perawatan anti ketombe adalah obat karena tujuannya adalah untuk mengobati ketombe. Contoh lainnya adalah pasta gigi yang mengandung fluoride, deodoran yang juga antiperspiran, dan pelembab dan makeup yang dipasarkan dengan klaim perlindungan terhadap sinar matahari (sunscreen).
Nutraceuticals
Kata "nutraceutical" adalah kombinasi dari kata " nutrisi " dan " farmasi ", diciptakan pada tahun 1989 oleh Stephen L. DeFelice , pendiri dan ketua Yayasan Kedokteran Inovasi. Istilah nutraceutical didefinisikan oleh Stephen De Felice (1995) sebagai ‘‘ zat apa pun yang merupakan makanan atau bagian dari makanan yang memberikan manfaat medis atau kesehatan, termasuk pencegahan dan perawatan penyakit”. DeFelice (1995) mengutip bahwa revolusi nutraceutical dimulai pada tahun 80-an. Nutraceutical seringkali disebut sebagai functional foods atau makanan fungsional. Pasar nutraceutical modern mulai berkembang di Jepang selama tahun 1980-an.
Beberapa regulasi terkait dengan nutraceutical:
• Amerika Serikat, peraturan Undang-Undang Kesehatan dan Pendidikan Tambahan Makanan (DSHEA) tahun 1994 mendefinisikan istilah: " suplemen makanan adalah produk yang diminum yang mengandung" bahan makanan "yang dimaksudkan untuk menambah makanan. "Bahan makanan" dalam produk-produk ini dapat meliputi: vitamin , mineral , herbal atau tumbuhan lainnya, asam amino , dan zat-zat seperti enzim , jaringan organ, kelenjar, dan metabolit . Suplemen makanan juga bisa berupa ekstrak atau konsentrat, dan dapat ditemukan dalam berbagai bentuk seperti tablet , kapsul , softgels, gelcaps , cairan , atau bubuk . Suplemen makanan tidak harus disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS sebelum dipasarkan, tetapi perusahaan harus mendaftarkan fasilitas manufaktur mereka dengan FDA dan mengikuti praktik manufaktur yang baik saat ini (cGMPs).
• Food and Drug Administration (FDA) mengatur suplemen makanan di bawah serangkaian peraturan yang berbeda dari yang mencakup makanan konvensional dan produk obat. Namun, tidak ada peraturan khusus di Eropa untuk mengontrol nutraceutical.
• Hukum di Kanada, nutraceutical dapat dipasarkan sebagai makanan atau sebagai obat; istilah "nutraceutical" dan "makanan fungsional" tidak memiliki perbedaan hukum, merujuk pada "produk yang diisolasi atau dimurnikan dari makanan yang umumnya dijual dalam bentuk obat yang biasanya tidak terkait dengan makanan terbukti memiliki manfaat fisiologis atau memberikan perlindungan terhadap penyakit kronis.
• Jepang (1980) Foods for Specified of Health Use (FOSHU) semua makanan fungsional harus memenuhi tiga persyaratan yang ditetapkan: makanan harus menjadi : (1) hadir dalam bentuk alami, bukan kapsul, tablet, atau bubuk; (2) dikonsumsi dalam makanan sesering sehari; dan (3) harus mengatur proses biologis dengan harapan mencegah atau mengendalikan penyakit.
• Di Indonesia, badan yang mengatur regulasi tersebut adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Badan ini mendefinisikan makanan fungsional sebagai makanan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah, mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, dan terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM, 2005). Sedangkan definisi suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM, 2004). Adapun untuk nutraceutical dan makanan medis tidak didefinisikan secara khusus.
Contoh penggunaan nutraceutical yang populer adalah antioksidan, vitamin, asam amino, anti kanker dengan berbagai sumber seperti ginseng, mikroalga, teh hijau, glukosamin, omega-3, lutein, asam folat dan minyak ikan telah terbukti melalui riset ilmiah memiliki sifat terapeutik.
Nutricosmetics
Nutricosmetics adalah tren terbaru dari fenomena konvergensi antara kosmetik dan industri makanan, yaitu produk supplemen yang dapat berfungsi sebagai kosmetik (kosmetik yang dapat dikonsumsi). Istilah nutricosmetic melibatkan menggabungkan makanan, kosmetik dan farmasi. Persimpangan antara nutraceuticals dan cosmeceuticals akan menghasilkan produk nutricosmetic. Banyak nutrisi yang dapat memberikan efek sebagai kosmetik (mis. Vitamin C memiliki potensi antioksidan dan cenderung mengurangi pembentukan radikal bebas ketika kulit terpapar radiasi UV). Mengikuti tren ini, industri kosmetik sekarang berupaya lebih banyak untuk mengembangkan nutricosmetics dengan kandungan tinggi beberapa bahan, seperti kolagen, asam hyaluronic, elastin dan ceramide, yang dikenal untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit.
Regulasi yang terkait nutrikosmetik:
• Amerika, di bawah Dietary Supplement Health and Education Act (1994), FDA mengatur pasar nutricosmetic di Amerika Serikat.
• Eropa, peraturan 1924/2006 Guidelines of the European Food Safety Authority, “pedoman tentang persyaratan ilmiah untuk klaim kesehatan terkait dengan tulang, sendi, kulit, dan kesehatan mulut" membatasi klaim kesehatan terkait dengan "mempertahankan struktur normal kulit, hidrasi, elastisitas, atau penampilannya. Nutricosmetics dievaluasi oleh negara anggota berdasarkan kasus per kasus.
Beberapa penggunaan produk nutrikosmetik antara lain, skin care (perawatan kulit) sebagai contoh serum yang berbentuk cairan yang bisa dicampurkan di minuman dan permen yang dapat berfungsi untuk mengharumkan tubuh. Hair care (perawatan rambut), pil yang mengandung zat besi, Vitamin B, D, C, dan E, protein, dan asam lemak omega-3 berfungsi untuk mencegah kerapuhan dan kerontokan rambut. Nail care (perawatan kuku), pil yang mengandung biotin diproyeksikan untuk meningkatkan kesehatan kuku.
DAFTAR PUSTAKA
Anunciato, T. P. and da Rocha Filho, P. A. (2012) ‘Carotenoids and polyphenols in nutricosmetics, nutraceuticals, and cosmeceuticals’, Journal of Cosmetic Dermatology, 11(1), pp. 51–54. doi: 10.1111/j.1473-2165.2011.00600.x.
Barel, A., Paye, M., Maibach, H., Taeymans, J., Clarys, P. and Barel, ré (2014) ‘Use of Food Supplements as Nutricosmetics in Health and Fitness’, Handbook of Cosmetic Science and Technology, Fourth Edition, (April), pp. 583–596. doi: 10.1201/b16716-56.
Choi, C. M. and Berson, D. S. (2006) ‘Cosmeceuticals’, Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery, 25(3), pp. 163–168. doi: 10.1016/j.sder.2006.06.010.
Dini, I. and Laneri, S. (2019) ‘Nutricosmetics: A brief overview’, Phytotherapy Research, (July), pp. 1–10. doi: 10.1002/ptr.6494.
Dureja, H., Kaushik, D., Gupta, M., Kumar, V. and Lather, V. (2005) ‘Cosmeceuticals: An emerging concept’, Indian Journal of Pharmacology, 37(3), pp. 155–159. doi: 10.4103/0253-7613.16211.
Espín, J. C., García-Conesa, M. T. and Tomás-Barberán, F. A. (2007) ‘Nutraceuticals: Facts and fiction’, Phytochemistry, 68(22–24), pp. 2986–3008. doi: 10.1016/j.phytochem.2007.09.014.
Kaul, S., Gulati, N., Verma, D., Mukherjee, S. and Nagaich, U. (2018) ‘Role of Nanotechnology in Cosmeceuticals: A Review of Recent Advances’, Journal of Pharmaceutics, 2018, pp. 1–19. doi: 10.1155/2018/3420204.
Kligman, D. (2000) ‘Cosmeceuticals’, Dermatologic Clinics, 18(4), pp. 609–615. doi: 10.1016/S0733-8635(05)70211-4.
Lohani, A., Verma, A., Joshi, H., Yadav, N. and Karki, N. (2014) ‘Nanotechnology-Based Cosmeceuticals’, ISRN Dermatology, 2014, pp. 1–14. doi: 10.1155/2014/843687.
Taofiq, O., González-Paramás, A. M., Martins, A., Barreiro, M. F. and Ferreira, I. C. F. R. (2016) ‘Mushrooms extracts and compounds in cosmetics, cosmeceuticals and nutricosmetics-A review’, Industrial Crops and Products. Elsevier B.V., 90, pp. 38–48. doi: 10.1016/j.indcrop.2016.06.012.
Zeisel, S. H. (1999) ‘Regulation of “ N utra C~U ti ca 1s”’, Science´s Compass, 285(September 1999), p. 2