Setelah diresmikannya House of Wellnes sebagai fasilitas produksi Obat Bahan Alam (OBA) dalam rangka mendukung kemandirian OBA oleh Menteri Perindustrian pada tanggal 6 Februari 2024 lalu, kini Kementerian Perindustrian memberikan dukungannya pada mutu dan keamanan OBA melalui salah satu unit layanan teknisnya di bawah Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSSKJI) yaitu Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBSPJIKFK) yang secara resmi telah bergabung dalam Jejaring Laboratorium Pengujian Obat Bahan Alam (JLPOBA).
BBSPJIKFK bersama dengan salah satu unit dibawah naungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu Pusat Pengembangan Pengujian Nasional Obat dan Makanan (PPPOMN), beserta empat laboratorium lainnya yaitu: Institut Petanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), PT. Akurat Spektra Prima, dan PT Vicmalab Indonesia telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) Jejaring Laboratorium Pengujian Obat Bahan Alam (JLPOBA) pada Kamis (29/08) di Hotel Novotel Cikini Jakarta Pusat.
JLPOBA dibentuk dengan tujuan untuk memadukan kemampuan laboratorium pengujian OBA di Indonesia dalam mendukung pengawasan produk OBA yang beredar, serta sebagai wadah pertukaran informasi antar laboratorium pengujian OBA. Ditemui pada kesempatan yang sama, Siti Rohmah Siregar selaku kepala BBSPJIKFK menyatakan siap mendukung dan berperan aktif melaksanakan program-program dan kegiatan JLPOBA.
“Dengan bergabung dalam JLPOBA, kami harap dapat memberikan manfaat bagi perkembangan Industri Obat Bahan Alam di Indonesia sehingga produk yang dihasilkan dapat konsisten memberikan khasiat, keamanan, serta mutu baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap obat bahan alam produksi lokal.” tambahnya.
Produk OBA saat ini berkembang sangat cepat seiring makin meningkatnya tren masyarakat yang beralih pada produk-produk alami yang dianggap lebih aman karena relatif minim efek samping. Kekayaan alam Indonesia dengan biodiversitas yang sangat tinggi dan ribuan spesies yang berpotensi menjadi bahan obat memberikan peluang untuk pengembangan OBA.
Ditambah dengan adanya kemajuan teknologi produksi, kemudahan transportasi dan akses informasi, OBA yang beredar di masyarakat pun makin beragam dengan inovasi berbagai bentuk sediaan. Untuk melindungi masyarakat dari OBA yang beresiko terhadap kesehatan, perlu dilakukan pengawasan terhadap produk OBA, baik dalam pre-market evaluation maupun post-market control atau saat produk beredar di masyarakat.
Peraturan BPOM No.25 tahun 2023 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Bahan Alam menyatakan bahwa Pelaku Usaha wajib menjamin keamanan, khasiat, mutu, dan Penandaan Obat Bahan Alam yang dibuat, diimpor, dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia sebelum dan selama beredar.
Kepala BSKJI Kemenperin, Andi Rizaldi menghimbau agar pelaku industri Obat Bahan Alam dapat memenuhi persyaratan keamanan dan mutu sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Pemenuhan persyaratan tersebut dapat dibuktikan melalui pengujian di laboratorium yang terakreditasi dan/atau laboratorium internal industri atau usaha Obat Bahan Alam yang telah diakui oleh BPOM. Salah satunya adalah laboratorium uji BBSPJIKFK yang berada di bawah naungan Kemenperin" tambahnya dalam keterangannya.
Untuk memperkuat laboratorium pengujian OBA, BPOM menginisiasi pembentukan jejaring dan keterlibatan laboratorium eksternal, baik laboratorium Kementerian/Lembaga selain Badan POM, laboratorium jasa pengujian pada Universitas/Perguruan Tinggi, maupun laboratorium swasta untuk bersinergi dalam meningkatkan perlindungan masyarakat dari produk OBA yang berisiko terhadap kesehatan.
Dengan adanya jejaring laboratorium pengujian OBA yang beranggotakan Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi maupun swasta, maka pengawasan OBA di Indonesia dapat dilakukan bersama-sama sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing.